Selasa, 18 Agustus 2015

Bunda Teysa, Tak Mau Menyerah Untuk Anak-Anak

Everywhere 2015 (Kantor - Kopaja - Kereta)
Kehadiran seorang anak adalah dambaan bagi setiap pasangan suami istri, especially istri. Karena selain sebagai pelengkap kebahagiaan sebuah keluarga, anak juga sebagai pembuktian bahwa kita sebagai perempuan "mampu" memberikan keturunan untuk suami kita. Kedengarannya seperti tidak adil buat perempuan yah? Tapi entahlah, kenyataannya jargon demikian sudah sangat melekat dibenak setiap orang, jadi begitu ada pasangan yang menikah cukup lama namun belum memiliki buah hati, orang-orang di sekeliling pun sibuk kasak kusuk bertanya seolah menghakimi sang istri, meskipun kenyataannya masalah ada pada suami misalnya.

Aku menikah dengan suami tercinta pada November 2008 di usia kami yang menginjak hampir kepala tiga, 29 tahun tepatnya, dengan harapan dan percaya diri yang tinggi bahwa bulan depan aku sudah positif hamil. Tapi takdir berkata lain, bulan demi bulan aku lewati dengan haid yang datang teratur. Sampai aku punya "hobi" baru yaitu "mengkoleksi" testpack (TP). Setiap bulan kalau si "tamu" tidak datang aku langsung TP dan hasilnya selalu negatif. Hingga akhirnya berbagai omongan tidak enak di sekitar aku dan suami yang belum juga diberikan keturunan, seliweran sampai di kuping kami. Ditambah satu per satu adik ipar aku pun memiliki anak dan aku belum juga hamil.

Segala cara sudah kami tempuh, dari cek dokter, urut rahim sampai harus minum air rebusan rumput (aku lupa apa namanya), ku jalani dengan ikhlas. Tapi si buah hati tak kunjung hadir.

Memasuki tahun ke 4 pernikahan kami, aku dan suami memutuskan untuk cek kembali ke dokter. Tapi kali ini kami datang ke dokter infertilitas dan kami rutin jalanin pemeriksaan ini. Sampai akhirnya ketauan juga kalau aku mengidap PCO (Polycystic Ovary) suatu keadaan dimana hormon tidak seimbang, hingga menyebabkan sel telur tetap kecil dan tidak berkembang menjadi sel telur besar dan matang agar bisa dibuahi sperma. Kami jalani semuanya dengan ikhlas, tidak ngoyo lagi buat hamil, yang penting sehat. Alhamdulillah keikhlasan kami berbuah manis. 4 bulan terapi yang kami jalani menghantarkan aku melihat 2 garis di TP. Seumur hidup, baru pagi itu aku melihat TP +. Senang campur aduk dengan haru, kami begitu antusias dengan perkembangan janin kami dari bulan ke bulannya. Sampai pada harinya, bayi kami lahir dengan selamat walau harus melalui operasi caesar karena posisi bayi yang sungsang.

13 April 2013 hari bersejarah dan sangat istimewa buat kami dan keluarga besar. Bayi laki-laki lahir dengan selamat dan sehat tidak kurang satu apapun. Arya kami beri nama bayi mungil dan lucu tersebut. Segala doa terbaik kami panjatkan agar kelak anak kami menjadi anak yang sholeh. Sebagai seorang ibu, aku ingin memberikan yang terbaik untuk anak kami. ASI. Ya asupan terbaik buat bayi memang hanya ASI. Aku menikmati betul menyusui bayi kami. 10 hari pertama kelahirannya Arya hanya minum ASI. Namun ternyata si bili (bilirubin) datang menghampiri Aryaku sampai di angka 26. Hiks hiks hiks…

Sedih, bingung dan stress campur aduk. Belum lagi disalahkan oleh keluarga kenapa tidak mau kasih sufor dari awal. ASIku  makin seret waktu itu akibat stress hingga harus merelakan Aryaku minum sufor. Pulang dari RS, aku benar-benar baby blues. Takut Arya kurang minum. Akhirnya mahluk mungil itu minum sufor pakai dot. Sambil sesekali aku pompa ASI. Tepat 3 bulan ketika aku harus masuk kerja tiba-tiba ASIku sama sekali tidak keluar. Tapi karena memang saat itu aku tidak teredukASI, ku biarkan Arya minum sufor. Masalah lain muncul, Arya alergi susu sapi. Setelah konsultasi dengan DSA, kami mecoba memberikan susu HA (Hipo Alergenic). 2 bulan aman tapi ternyata Arya masih tidak bisa terima dan muncul lagi alerginya.

Akhirnya konsultasi lagi dengan DSA, diputuskan Arya harus mengkonsumsi susu sintetis yang tidak mengandung protein sapi. N**c**te, harganya saat itu 340rb an 400gr ini hanya cukup untuk 4 hari saja. Mencekik memang tapi demi kesehatan Arya, kami jalani semuanya. 2 bulan Arya mengkonsumsi susu mahal itu, akhirnya kami mencari 2nd opinion ke dokter anak lain. Di DSA kedua ini susunya diganti menjadi Pr***s**m*l. Masih mahal juga sih tapi lebih murah ketimbang yang sebelumnya. Kalau tidak salah harganya saat itu 250rb an untuk 400gr nya.

Disaat kami fokus dengan tumbuh kembangnya Arya, kami dikejutkan lagi dengan datangnya "rejeki". Iya pada saat Arya 11 bulan, ternyata aku sudah "isi" lagi 3 bulan (baca: kesundulan). Kami memang tidak KB, mengingat riwayat kami yang susah mendapatkan keturunan. Kami memang ada planning menambah momongan 1 anak lagi, tapi nanti saat Arya sudah 2 tahun. Tapi Allah berkehendak lain, kami kembali diberikan kepercayaan untuk mengurus amanahNya.

Kehamilan kedua yang diluar perencanaan ini cukup membuat aku agak kaget. Saat aku lihat TP 2 garis, aku spontan menangis. Tapi tangis kali ini karena ketakutan, takut dimarahin orang tua (koq jadi kaya hamil gak ada suami), takut dipecat sama kantor (karena baru saja masuk dari cuti lahiran 3 bulan), takut kasih sayangku berkurang buat Arya, dan masih banyak ketakutan2 lainnya. Kehamilan kedua ini juga benar-benar banyak cobaan. Dari kondisi ekonomi yang kurang mendukung sampai suasana kantor yang tidak bersahabat.

Tapi alhamdulillah janinku sehat walau sempat dinyatakan BBJ (Berat Badan Janin) kurang. Jujur aku stress dan cape banget menjalani kehamilan kedua ini. Di kantor di "tekan" oleh situasi yang tidak mendukung dan pekerjaan yang menumpuk, sampai rumah ketika mau istirahat, Arya minta digendong. Sampai hamil 9 bulan aku masih terus gendong Arya. Aku gak mau Arya merasa kurang kasih sayang. Aku benar-benar merasa bersalah sama Arya. Maafin Bunda ya Nak

Oh iya, sampai kehamilan menginjak 5 bulan Arya sempat menolak aku. Setiap aku dekati, dia ngga mau, sedih banget rasanya. Kadang dalam hati suka ngga nerima kehamilan kedua ini, tapi langsung aku istighfar. Astaghfirullah…

Suasana di kantor yang tidak kondusif juga menjadi salah satu pemicu aku stress. Ada satu bosku (sebut saja dia Budi), sangat tidak suka dengan kehamilanku. Entah apa alasannya. Mungkin juga karena Pak budi ini belum memiliki keturunan. Dia berusaha mencari-cari kesalahanku untuk bisa memecatku dari kantor. Tapi Allah maha baik, selalu melindungiku dari segala cara liciknya. Sampai akhirnya aku memasuki masa melahirkan. 3 bulan lagi cuti, cihuuyyy....

Armyku lahir dengan selamat lewat operasi caesar pada Sept 2014. Berbekal pengalaman anak pertama yang gagal ASI, akupun bertekad untuk keras kepala memberikan ASI pada Army. 3 hari pertama Army banyak bobonya daripada minumnya. Ternyata si bili mampir di Army juga tapi nilainya tidak setinggi Arya newborn yang sampai 26, Army hanya 12 dan langsung disinar. Selama penyinaran berlangsung aku memompa ASIku. 20 ml terus naik menjadi 80 ml dan bisa sampai 150 ml. Puas banget rasanya liat ASIku banyak. Semangat ngASI ini gak lepas dari support teman-teman "dunua maya" ku, kumpulan ibu yang tergabung dalam The Sundulers (Ibu-Ibu Kesundulan)...

Awalnya semua lancar. Aryaku sehat dan mulai bisa minum susu sapi dan Army ku juga bisa ASI. Liat stok ASI di freezer yang numpuk semakin membuatku bersemangat untuk terus pumping. Tiga bulan sudah berlalu dan aku harus kembali masuk kantor. Waaahhh aku jadi mama perah, berangkat ke kantor selalu bawa cooler bag beserta isinya dan breast pump.

Minggu-minggu awal masuk kerja lagi, aku pumping tiap jam 10 dan 3 sore, sekali pumping bisa dapet 150 - 200 ml. Bawa "oleh2" pulang 500 ml an lah. Wiiihhh seneng banget, soalnya pas anak pertama aku ngga pernah ngerasain jadi mama perah. Sekarang kalo pulang ngga bawa "oleh2" rasanya kok berdosa banget sama Army. Sampai ada teguran kasar di belakangku  dari kantor kalau aku tidak diperbolehkan pumping. Kata-kata yang tidak akan pernah aku lupakan, "itu Ratna (panggilanku  di kantor) kerjaannya apa sih, enak bener abis cuti 3 bulan sekarang kerjanya meresin susu aja". Bahkan ketika aku mengajukan cuti untuk ke laktasi itupun dipermasalahkan. Sampai ada satu bos bilang, "ngga cukup ya cuti 3 bulan? Kalo punya anak ya harus siap beli susu. Masalah ASI aja kok repot".

Sebetulnya disini bukan hanya sekedar susu. ASI adalah asupan terbaik untuk bayi. Dan aku membuktikannya. Daya tahan tubuh anak pertama dan keduaku  jauh berbeda. Huuuffff.... banyak sekali cobaan yang harus dihadapi karena "keras kepalaku"  ini. Salahkah aku dengan keputusanku  untuk tetap "keras kepala"? Jahatkah aku sebagai seorang ibu terus menerus membiarkan anak menangis karena mencari empeng? Ingin rasaya menyerah oleh keadaan biar semua senang dan tenang. Tapi bagaimana dengan anakku? Sumpah sebetulnya aku masih kurang ikhlas Army minum sufor. Sufor memang bukan racun, di dalamnya juga terkandung berbagai vitamin yang baik untuk anak. Tapi kalau ASI masih keluar apa harus dibuang?

Yaaaa beginilah suka duka ibu beranak dua yang jarak anaknya berdekatan. Kadang stress sendiri liat anak-anak nangis bersamaan, tapi bahagia ketika melihat Mas Arya mencium mesra adiknya setiap bangun tidur. Dipeluk-peluk, dicium, disayang-sayang dan terakhir sebagai tanda sayang, adiknya digigit. Hehehehe…

ASIku masih keluar... Perjuanganku pun masih terus berlanjut ditengah situasi dan kondisi tanpa dukungan. Bombardir depan belakang kiri kanan... Semoga Allah selalu memberikan kemudahan bagiku untuk terus menjaga Mas Arya dan Dek Army serta memberikan ASI buat Army mungilku.Bunda love you Kiddos... Dan pastinyaaaa i love all my friends at The Sundulers... Terima kasih karena sudah berbagi banyak hal. Kritikan dan saran yang positif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar