Selasa, 18 Agustus 2015

Mama Sisca, Anak Opname Saat Hamil Besar

“Aaaaaaahhhh gak mau jadi genduuuuttt, gak mau jerawataaaan!!!” Gendut. Jerawatan. Ya, mitos itu yang membuat aku maju mundur menggunakan KB selepas melahirkan anak pertamaku, Raisha. Jenis KB lain banyak, tapi kok ya aku belum berani pasang AKDR maupun pil KB yang harus diminum tepat waktu di jam yang sama, duh aku nih pelupa akut. Ditambah berat badan yang belum balik lagi ke berat semula. Aaah… rasanya pengen jauh-jauh dari "penyebab" tubuh membuncah. Bertambah 30 kg selama hamil itu jadi momok menakutkan buat diriku pribadi

Waktu terus bergulir dan aku tetap belum memutuskan untuk memilih jenis KB apapun. Sebulan masih aman, dua bulan, tiga bulan… dan seterusnya hingga kemudian… Kok si bulan ehh maksudnya si tamu bulanan alias menstruasi belum muncul-muncul ya. Aaahh rasanya tidak karuan. Berulang kali aku memandang Raisha yang baru berumur 5 bulan, rasanya tidak mungkin kalau aku hamil lagi, lebih tepatnya tidak sanggup, huhuhu. Raisha bisa dibilang bayi kolik. Dimulai selepas maghrib, tidur 15 menit kemudian menangis 2 jam. Itu berlangsung hingga subuh. Barulah tidur nyenyak sampai jam 7 pagi. Siang nya pun begitu, tidak terhitung berapa kali bayi imut ini menangis. Berbagai macam cara dicoba untuk menenangkannya, di observasi apa ada kemungkinan kembung, sakit perut, kemungkinan keseleo hingga konsultasi ke DSA. Jawabannya, “kondisi bayinya sehat, dibuat nyaman aja, ibunya yang sabar”. Solusinya tidak terlalu melegakan hati saya selaku ibu muda yang minim pengalaman.

Balik lagi ke masalah si bulan yang ditunggu-tunggu tak kunjung bertamu, akhirnya langkah pertama adalah tespek. Dan hasilnya wooowwww POSITIF! Antara percaya gak percaya, aku langsung bikin jadwal dengan DSOG langganan. "Selamat ya bu, Raisha akan segera memiliki seorang adik" ujar sang dokter. WHATTTTT??? -kalau di film kartun ada efek petir gitu- Entah bagaimana perasaanku hari itu, antara bersyukur, menyesali dan terbayang bagaimana repotnya nanti. Ini sangat berkaitan karena aku adalah "Full Time Mom" tanpa Asisten Rumah Tangga (ART) maupun Nanny, yayaya. Dan dengan hati yang masih tidak karuan, akhirnya aku menganggap ini sebagai kado ulang tahunku. Ya karena saat periksa ke DSOG memang di hari ulang lahirku menginjak kepala tiga. Alhamdulillah tapi tetap dag dig dug keliyengan.

Dan treng teng teng dimulai lah perjuangan ini... Di tengah mualnya masa hamil dan mengurus bayi under 1 year yang kolik, rasanya wow begete. Ditambah suami rajin sekali dinas keluar kota dan tidak jelas kapan pulangnya. Ya begini lah nasib menjadi istri seorang Jurnalis, apalagi masa itu sedang gencar-gencarnya perburuan sarang teroris di pelosok daerah. Meskipun rumah Mama Mertua terhitung sangat dekat dari tempat tinggal ku, tapi jangan di tanya soal kontribusinya. Rasa-rasanya tidak berkeinginan Mamer datang menengok, halaaah menantu durhaka, hahaha. Gimana aku tidak spaneng melihat kedatangan beliau, bukannya membantu tapi membuatku bertambah repot. Beliau tidak bisa membedong bayi newborn tapi selalu kepingin megang dan mengurus cucunya selepas mandi. Lalu cara menggendong bayi yang salah, dengan main tarik saja pergelangan tangan Raisha pada waktu umur 4 bulan saat posisi tidur terlentang (alhamdulillah tulang tangan dan kepalanya tidak kenapa-napa). Kemudian melarang saya bersihin pup Raisha dengan alasan sudah memakai diapers, ngasih rambutan plus biji nya ke Raisha, daaan nyaris kasih softdrink di umurnya belum genap setaun. Masih banyak kelakuan "ajaib" lainnya. Ditambah Mamerku ini tipe ambekan, diberitahu sedikit, langsung buka pintu ujug-ujug lari pulang, rasanya we-o-we. Bukan menjelekkan Mamer sendiri, tapi menghadapi prilaku ajaib beliau disaat hamil muda yang notabene emosi sangat labil, benar-benar membuat panas dingin.

Perjuangan (masih) berlanjut... Ketika kehamilan keduaku menginjak usia 8 bulan, cobaan berat menerpa aku dan suamiku. Di saat sedang menikmati begahnya perut dan indahnya kontraksi palsu yang sudah sering bertamu, putri kesayanganku memilih untuk bermalam di sebuah rumah sakit. Ya, Raisha kembali mengalami infeksi bakteri di darahnya, dan ini untuk yang ketiga kalinya. Campur aduk rasanya, apa sih salah ku? Rasa-rasanya semua sudah higienis. Semuanya serba di steril. Sampai-sampai aku merasa ibu yang ceroboh, kurang merawat bayi ini dengan baik. Semua yang telah aku lakukan sepertinya salah dan sia-sia. Bukan hal yang mudah ketika menjaga anak sakit berembel-embel kolik di RS sambil membawa "gembolan" di perut. Di masa itu aku sudah mulai kesulitan melakukan hal-hal yang mudah, misalnya saja ketika bangun dari tempat tidur. Aku membutuhkan banyak menit untuk berhasil benar-benar berdiri, dan tentu saja nikmatnya ngilu di berbagai sendi terasa begitu menusuk. Ya Tuhan!

Perjuangan (terus) berlanjut... Tepat di usia Raisha 1 tahun 2 minggu, baruuu banget bisa berjalan, lahir lah sang adik yg bernama Rania. Setelah 2 minggu eksodus di rumah Mama, dimulai lah hari-hari hidup bertiga. Iya, bapaknya jarang pulang, di rumah paling 2 hari lanjut dinas lagi berminggu-minggu. Masalah pertama adalah posisi tidur. Kebiasaan Raisha mau tidur adalah mainin jempol emaknya, plus sekarang menyusui adiknya. Rasanya pegel, tangan ke belakang, sambil nyusui posisi miring. Selanjutnya, meskipun kolik Raisha sudah berkurang bukan jaminan hidupku sudah tenang. Masih seriiing nangis tanpa sebab, meraung-raung, sedangkan saya berkeinginan asi eksklusif setelah gagal asix di Raisha. Sampai sekarang belum nemu trik gimana caranya menangani anak tantrum sambil menyusui, hahaha. Kalau tengah malam kedua bayi ini menangis, terkadang aku ikut menangis. Bingung, takut, dan tidak tahu harus melakukan apa. PANIK.

Lanjut masalah emak kesundulan ini. Hmmm… Namanya punya baby newborn bisa dipastikan begadang, nah siang hari ketika si newborn tidur, aku tidak bisa ikut tidur karena siang waktunya si Kakak, ya main, ya ngurus tantrumnya, blablabla. Alhasil sehari-hari emaknya tidur 2 jam saja, itu harus cukup. Tepatnya, dicukup-cukupi. Belum lagi masalah stok makanan di rumah, tiap pagi saya menggendong orok sambil menuntun si Kakak jalan ke warung sayur. Tidak tenang rasanya meninggalkan anak-anak di rumah tanpa penjagaan karena situasi sekitar rumah masih sepi dan dikelilingi kebun kosong. Tempatnya sih tidak terlalu jauh, tapi perjuangan besar bagi saya. Raisha belum benar jalannya, masih sempoyongan karena baru bisa jalan. Tiba di rumah baju saya basah karena keringat, lumayan lah itung-itung olahraga.

Oh ya, saya seringkali baca artikel soal parenting, salah satunya disarankan jika anak tidur sebisa mungkin si ibu ikut beristirahat atau minimal bisa ME-TIME. Oh nooo, apa kabar cucian piring yang bertumpuk, botol susu kotor yang nangkring menunggu untuk di steril, cucian kotor, tumpukan baju melambai-lambai untuk disetrika, lantai yang kotor, dan yang paling penting masalah mandi. Saatnya anak-anak tidur siang, itulah saat saya bergerilya. Begitu keluar kamar, sering terpaku beberapa detik, alias bengong. Bingung mau kerjain yang mana dulu, dan saya hanya punya waktu 20-30 menit untuk membereskan semua sebelum anak-anak terbangun plus drama nangis nya Raisha yang ngalahin drama korea. Dan bagi saya, mandi sehari 1 kali itu rasanya sudah sangat istimewa (sambil bergaya ala cherrybelle).

Stress? Oh sudah pasti. Terlebih saya bukan termasuk perempuan yang berkeinginan untuk menjadi ibu rumah tangga sejati. Saya ingin tetap bisa berkarir sekaligus menjalankan peran sebagai ibu. Saya mencintai pekerjaan saya, menjadi reporter, berkeliling tiap daerah, bertemu orang baru, dan yang pasti saya tidak betah berdiam diri di sebuah ruangan. Tetapi, takdir berkata lain. Saya harus menentukan pilihan ketika dihadapkan situasi Raisha harus diopname di umurnya 2 bulan karena infeksi bakteri di darahnya. Sungguh miris melihat bayi sekecil itu harus berteman dengan jarum infus, ditambah situasi lain yang mengharuskan saya "terpaksa" memilih jadi full time IRT dan akhirnya "kesundulan" pula.

Perjuangan (belum) berakhir... Ya iyalah. Saat tulisan ini dibuat anak-anak masih lucu-lucunya. Raisha berusia 3,5 tahun dan Rania 2,5 tahun. Perjalanan masih sangat panjaaang. Penulis cuma ingin menyelaraskan tiap paragraf saja, biar kesannya berkelanjutan dari paragraf sebelumnya, heheehe. Maksa. (Mohon bagian ini tidak termasuk proses penyuntingan ya Editor yang cantik).

Pelanggan rumah sakit. Hmmm istilah ini aku sematkan pada Raisha saat usianya 1 tahun 4 bulan. Kali ini radang akut dan (lagi-lagi) infeksi bakteri memintanya untuk "berlibur" di rumah sakit. Total EMPAT kali bocah ini bersahabat dengan jarum infus. Ah, sepertinya saya sudah pasrah dengan keadaan ini. Cuma bisa berdoa untuk kesembuhannya dan berharap jenis penyakit satu ini sudi pergi dan tidak pernah kembali lagi. Setelah 3 hari berlibur ditemani papanya, selang 1 hari giliran Rania yang iri hati dan ingin berlibur juga. Demam berdarah hasil lab nya. Ya Alloh, ini rasanya cobaan hidup ku yg terberat. Apalagi melihat Rania yang berusia 4 bulan itu merasakan keganasan jarum suntik di lengan mungilnya untuk diambil sampel darah setiap pagi. Allahu Akbar.

Kalau di tanya rasanya punya anak jarak dekat, kata pertama yang akan saya ucapkan adalah MENAKJUBKAN. Dan kata kedua, REPOT. Sungguh. Apalagi sekarang kalau keduanya rebutan sesuatu, apa saja jadi bahan rebutan, dari mainan, makanan, minum, tangan emaknya, sampai iklan di televisi pun jadi objek. Dan ujung-ujungnya penganiayaan satu sama lain. Sedari usianya hitungan hari Rania sudah kenyang terkena getokan botol susu, di gigit sampai terluka, di tindih, di dorong, dan lain sebagainya. Antara gemas dan ingin marah menghadapi kelakuan Raisha. Huh. Tetapi, menginjak usia 2 tahun Rania sudah bisa membalas kenakalan kakaknya, dan ini menjadi PR yang berat untuk melerai bocah kecil yang berkelahi sepanjang hari.

(Teruslah) berjuang... Jika ada yang bertanya, kamu kok sanggup? Jawaban saya, sungguh TIDAK SANGGUP untuk sekedar membayangkan semua kerepotan ini, makanya saya tidak mau membayangkan, tapi berusaha dijalani, dijalani, dan dijalani. Dan akhirnya saya menikmati SEMUA ini. Saya akan terus berjuang demi anak-anak selama nafas ini masih memburu di dada karena saya cinta anak-anak. Dan saya BANGGA memiliki kesempatan berkontribusi sepenuhnya untuk keluarga saya.

(Sisca, ibu 2 putri)

1 komentar:

  1. Agen Slot Terbaik

    Agen Situs Terbaik
    Situs Agen Judi Online
    https://bit.ly/2ENk1VF

    Yuk Gabung Bersama Kami Sekarang Dan Nikmati Berbagai Macam Bonus Menarik Lain Nya Seperti:

    *Bonus New Member 120%
    * Bonus New Member 20% Khusus Poker
    * Bonus Referral
    *Bonus Rollingan Casino Hingga 0.8%
    *Bonus 5% setiap hari
    Info Lebih Lanjut Bisa Hub kami Di :
    WA : 081358840484
    BBM : 88CSNMANTAP
    Facebook : 88Csn
    -www.jeruk88.com

    BalasHapus